Kamis, 01 Maret 2012

MONUMEN "SAI BATIN"


MONUMEN “SAI BATIN”
Oleh : Seem R. Canggu, SE.MM.

Menurut wikipedia bahasa Indonesia, Monumen adalah jenis bangunan yang dibuat untuk memperingati seseorang atau peristiwa yang dianggap penting oleh suatu kelompok sosial sebagai bagian dari peringatan kejadian pada masa lalu. Seringkali monumen berfungsi sebagai suatu upaya untuk memperindah penampilan suatu kota atau lokasi tertentu.


Pada era Walikota Bandar Lampung Eddy Sutrisno, Beliau mempunyai gagasan membangun dua monumen budaya di taman Kota Bandar Lampung, yang pertama yaitu monumen pengantin adat "PEPADUN" yang terletak di taman Kota pertigaan jalan Doktor Soesilo dan Jalan Pangeran Diponogoro, tepat didepan masjid Al-Furqon Lungsir Telukbetung Utara, sedangkan monumen kedua yaitu monumen pengantin adat "SAI BATIN" yang dibangun sebagai sumbangsih BANK LAMPUNG Banknya Masyarakat Lampung, bagi pelestarian budaya dan keindahan Kota Bandar Lampung.

Monumen "SAI BATIN" didirikan di pertigaan Jalan Ahmad Yani, Jalan W.Monginsidi dan Jalan Kartini, tepatnya di Kelurahan Durian Payung Tanjungkarang Pusat.

Dalam adat "SAI BATIN" tingkat kebangsawanan seseorang, setidaknya tercermin dari tiga hal yaitu : 
1.    "Dandanan di badan"/Pakaian yang melekat di badan, 
2.    "Dandanan di lamban"/pakaian keagungan yang terpasang di rumah dan 
3.  "Dandanan di lapahan"/perangkat keagungan yang menyertai pada saat arak-arakan adat.
Pakaian yang dikenakan pada patung monumen "SAI BATIN" adalah pakaian adat setingkat Raja Suku/sederajat yang derajat kebangsawanannya satu tingkat dibawah "Saibatin"/Sultan.

Monumen "Sai Batin" sepasang pengantin mengenakan pakaian adat setingkat Raja Suku/sederajat  yang derajat Kebangsawanannya satu tingkat dibawah Sultan.


Monumen ini diresmikan pada tanggal 15 Juli 2006 oleh Walikota Bandar Lampung Eddy Sutrisno, yang didahului dengan prosesi keagungan adat "SAI BATIN" yang diselenggarakan oleh Komunitas adat Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, Kepaksian Pernong Lampung Barat yaitu dengan menggelar prosesi adat “Lapahan Sai Batin” yang menurunkan dua “Aban Gemisikh” dan jambat Agung “Lalamak Titi Kuya” serta sekitar sepertiga atau 200an lebih Pusaka Kepaksian Pernong yang sudah berusia antara 600 sampai 800 tahun menyertai arak-arakan Agung “Sai Batin” Kepaksian Pernong.

Prasasti Peresmian yang ditanda tangani Walikota

Pada kesempatan tersebut, "Sai Batin Kepaksian Pernong" Paduka Yang Mulia Peniakan Dalom Beliau Drs.Pangeran Edward Syah Pernong, SH.MH. Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan ke-XXIII Gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi, berkenan menyampaikan sambutan dan dalam penggalan sambutannya beliau menganalogikan bahwa : sebenarnya berdiri dengan satu kaki kita sudah cukup kuat, namun akan jauh lebih kuat bila berdiri dengan dua kaki, itulah Lampung yang terdiri dari "Sai Batin" dan "Pepadun" dan diantara keduanya bukan koordinasi melainkan sinergi, sehingga menjadi suatu kekuatan yang dahsyat sebagai modal awal dalam membangun Lampung. 
Beliau juga menandatangani prasasti sebagaimana gambar berikut : 

Seperti halnya prasasti peresmian, prasasti ini di tanda tangani tanggal 15 Juli 2006

Terjemahan bebas dari Prasasti tersebut adalah :
Dibawah langit, di alam dunia, terdapat bumi Lampung yang merupakan tanah Pusaka, Masyarakatnya berasal dari Sekala Brak, menyebar keseluruh Lampung dan daerah sekitarnya guna melanjutkan perjuangan bagi kehidupan yang hakiki. Gelar dan panggilan adat merupakan suatu kebanggaan, dan adat "SAI BATIN" telah teruji mampu memenuhi kebutuhan kemunitasnya.

dari kiri ke kanan SUHARIDJONO KAMINO Kapolda Lampung, EDDY SUTRISNO Walikota, PANGERAN EDWARD SYAH PERNONG Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan ke-XXIII, SYAMSU RIZAL Direktur Utama Bank Lampung poto bersama membelakangi Monumen "Sai Batin"

Bila diperhatikan, pakaian adat setingkat Raja Suku/sederajat sebagaimana tergambar pada monumen, dengan pakaian yang dikenakan oleh "Saibatin"/Sultan sebagaimana yang dikenakan oleh Peniakan Dalom Beliau Pangeran Edward Syah Pernong, setidaknya terdapat tiga perbedaan mendasar yaitu :
1.   Penutup kepala yang disebut "Tungkus/Tukkus", bagi "Sai Batin" berbelalai tanpa ekor, sedang Raja Suku/sederajat berbelalai dan berekor.  
2.   Kain serong gantung, khusus bagi "Sai Batin" dikenakan disebelah kiri, sedangkan Raja Suku/sederajat disebelah kanan. 
  
Dalam tatanan adat "SAI BATIN" penggunaan "Tungkus" dan kain diatur sebagai berikut :
  • "Tungkus" berbelalai tanpa ekor hanya boleh dikenakan oleh "Sai Batin"/Sultan dan Putra Mahkota, sedangkan "Tungkus" yang berbelalai dan berekor hanya boleh dipakai oleh Raja Suku atau sederajatnya, 
  • Kain serong gantung disebelah kiri hanya boleh dipakai oleh "Sai Batin" dan Putra Mahkota, sedangkan kain serong gantung sebelah kanan hanya boleh dipakai oleh yang bergelar/"adok" Raja dan Batin.
  • Untuk yang bergelar Radin memakai sarung gantung yaitu kain yang dipakai sebatas lutut, pinggiran kain bagian bawah disebelah kanan agak sedikit naik dengan penutup kepalanya menggunakan kopiah, 
  • Bagi yang bergelar Minak dan seterusnya mengenakan sarung "babakh atung" yaitu kain yang dipakai sebatas lutut, pinggiran kain bagian bawahnya rata dan dilengkapi dengan penutup kepala berupa kopiah.
 
3. Ikat pinggang, "Sai Batin" mengenakan "Bebadung Dalom" yaitu ikat pinggang berkepala besar berbentuk bulat telur dengan satu titik ditengah, sedangkan Raja Suku/sederajat mengenakan ikat pinggang biasa.

Keunikan dari adat "SAI BATIN" adalah Baik Laki-laki maupun Perempuan sama-sama memegang "Pemanohan"/pusaka yaitu keris, hal ini menggambarkan bahwa walaupun adat "SAI BATIN" menganut garis Ayah (Patrilinear) namun sang Perempuan siap tampil memimpin apabila sang suami/Laki-laki berhalangan.

Impian Penulis :
Kalaulah pada saat ini Kota Bandar Lampung memiliki monumen "Saibatin" dan "Pepadun" disamping monumen lainnya seperti Adipura, Siger, Radin Inten II dan lain-lain, penulis berharap sangat, agar Pemerintah Kabupaten Lampung Barat yang merupakan Negeri asal "Sai Batin" bisa melakukan hal yang sama, walaupun saat ini di bumi Lampung Barat keberadaan kerajaan adat Paksi Pak Sekala Brak masih ditemukan utuh.   semoga dan semoga. (SRC)

4 komentar:

  1. sepakat pak,, kekalau di lambar segera berdiri patung sai batin,, karena lambar adalah muasal para sai batin di tanah lampung...

    BalasHapus
    Balasan
    1. nekhima nihan Novan, ngakalau obrolan kham khua dija ditengis Ketua Bappeda khik Kadis Pariwisata sekhatta ni amini Bupati.. hehe

      Hapus
  2. khadu sikindua gagas jama tian khuppok sai nyaccan kebijakan haga nyani tugu saibatin no,,,, kidang makung ngedok tindak lanjut na,,, kakalau segeluk na dapok niangon ko tian khuppok

    BalasHapus
  3. nabik pun, Api ki laok angkat, nyimbin iwani kodo
    Api ki kham mumpakat, dapok kikhani kodo, helau kikha ne ki kham jejama ngebangun ya, dang nunggu sai menggung kebijakan, mak liyam khikha nego sai megung kebijakan na

    BalasHapus