Selasa, 07 Februari 2012

Sekilas SEKALA BRAK

Sekilas Kerajaan PAKSI PAK SEKALA BRAK
oleh : Seem R. Canggu, SE.MM.


Kerajaan Adat “Paksi Pak Sekala Brak” yang terdiri dari Kepaksian Pernong dengan ibu negeri Hanibung di Batu Brak sekarang, Kepaksian Belunguh dengan ibu negeri Tanjung Menang di Kenali sekarang, Kepaksian Bejalan Diway dengan ibu negeri Puncak di Kembahang sekarang dan Kepaksian Nyerupa dengan ibu negeri Tampak Siring di Sukau sekarang, terletak di "tanoh unggak/lambung " yang dalam bahasa Indonesia berarti dataran tinggi, karena berada di dataran tinggi Pesagi yang merupakan gunung tertinggi di Provinsi Lampung, diyakini sebagian terbesar masyarakat Lampung sebagai asal usul suku bangsa Lampung



salah satu keindahan & kemakmuran bumi Sekala Brak
Wilayah Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, saat ini secara administrasi masuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung, diapit oleh tiga gunung yaitu Gunung Pesagi, Gunung Seminung dan Gunung Tanggamus, berada pada kawasan yang sangat strategis karena tepat di segi tiga perbatasan Lampung, Sumatera Selatan dan Bengkulu, disana mengalir sungai-sungai, terdapat hamparan sawah dan ladang nan subur pertanda kemakmuran, dihiasi dengan bentangan pantai nan indah serta deburan ombak yang mendebarkan dan dilengkapi dengan eloknya riak air danau ranau dengan hawa pegunungan nan sejuk yang semakin menampakkan kedamaian, laksana sepenggal taman surga yang diturunkan oleh Allah ke bumi, serta dihuni oleh masyarakatnya yang rukun dan damai  serta senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian dan norma-norma kehidupan, maka lengkaplah keagungan Kerajaan ini.
Pada abad ke-9 para Sai Batin di Sekala Brak telah berhasil menciptakan dan menggunakan aksara tersendiri yang dikenal dengan sebutan Had Lampung.

A.      Sekala Brak asal usul Orang Lampung.
Kerajaan Sekala Brak dianggap sebagai symbol peradaban, kebudayaan dan eksistensi Orang Lampung, Penyebutan Lampung berasal dari kata “Anjak Lambung” yang artinya dari dataran tinggi yakni lereng gunung pesagi yang merupakan gunung tertinggi di Lampung.
Ada beberapa teori tentang etimologi Sekala Brak, Pertama Sekala Bhra yang dimaknai sebagai Titisan Dewa, terkait dengan Sekala Brak Hindu, Kedua Segara Brak yang berarti genangan air yang luas, yaitu danau Ranau yang merupakan bagian dari wilayah Kerajaan dan terletak tidak jauh dari Pusat Kerajaan Sekala Brak, kemudian yang ketiga Sekala Brak (Beghak) yang berarti Titisan Yang Mulia.
Beberapa kajian yang dilakukan oleh sejumlah sejarawan Belanda antara lain Groenevelet, L.C.Westermenk dan Hellfich, secara umum mengarah pada persamaan persepsi yaitu bahwa Sekala Brak merupakan daerah asal usul orang Lampung.
Pengelana dari Cina, I Tsing (635 – 713) pernah berada di Jambi dan konon pernah menetap di Sriwijaya selama 10 tahun (685 – 695). Dalam perjalanan itu menyebut “To Lang Pohwang” yang diduga berasal dari bahasa Hokian yang berarti “orang atas” atau “orang-orang yang berada diatas”.  I Tsing mungkin menunjuk orang-orang yang tinggal di lereng Gunung Pesagi atau Suku Tumi.
Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke-XXIII duduk di singgasana dan diapit Pusaka
Wiliam Marsden melalui sejarah Sumatera, terbit pertama kali pada tahun 1779 dengan judul The History Of Sumatera, beberapa kali diterbitkan ulang, pada tahun 2008 terbit dalam versi Bahasa Indonesia, menulis bahwa apabila orang Lampung ditanya tentang dari mana mereka berasal, maka mereka menjawab dari dataran tinggi dan menunjuk kearah gunung yang tinggi serta sebuah danau yang luas (Marsden, 2008). Gunung dan danau yang dimaksud adalah gunung Pesagi dan danau Ranau. 

Prasasti Hujung Langit (Hara Kuning) bertarikh 9 Margasira 919 Caka yang di temukan di Bunuk Tenuar Liwa terpahat nama raja di daerah Lampung. Prasasti ini terkait dengan Kerajaan Sekala Brak kuno yang masih dikuasai oleh Buay Tumi.
Prof. Dr Louis-Charles Damais dalam buku Epigrafi dan Sejarah Nusantara yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, 1995, halaman 26-45, diketahui bahwa nama Raja yang  tercantum pada Prasasti Hujung Langit adalah Baginda Sri Haridewa.
Suku Tumi memeluk agama Hindu Bairawa, mereka mengagungkan “Belasa Kepampang” sebuah pohon keramat  bercabang dua yang terdiri dari cabang nangka dan cabang sebukau (kayu bergetah), konon bila menyentuh getah cabang sebukau orang bisa terkena penyakit kulit, namun penyakit tersebut dapat segera disembuhkan dengan getah cabang nangka yang terdapat dipohon itu. Kepercayaan ini tidak hanya di terima di Sekala Brak tetapi juga di daerah-daerah lain di sepanjang aliran Way Komring, Way Semangka, Way Sekampung, Way Seputih, Way Tulang Bawang, Way Umpu, Way Rarem dan Way Besai (Teguh Prasetyo, 2005)

Ketika Pemerintahan Islam menguasai Sekala Brak, pohon “Belasa Kepampang” ditebang dan kayunya dipergunakan untuk membuat “Pepadun”. “Pepadun” adalah singgasana Raja yang hanya boleh digunakan atau diduduki pada saat penobatan Sultan Sekala Brak beserta keturunannya.
Tumbangnya pohon “Belasa Kepampang” menandai runtuhnya kekuasaan suku Tumi sekaligus musnahnya aliran animisme di bumi Sekala Brak.
Terdapat bebrapa makna filosofis yang terkandung dalam kata “Pepadun” yaitu:


1.  Pepadun merupakan perpaduan dari dua jenis kayu yaitu kayu melasa dan kayu sebukau sebagai bahan asli dari singgasana pepadun
2. Pepadun dimaknai sebagai perpaduan yang dimaksudkan kebersamaan dan keterpaduan dari empat Paksi di Paksi Pak Sekala Brak.
3. Pepadun dimaknai sebagai Papadun, yang maksudnya memadukan Pengesyahan atau Pengakuan masyarakat terhadap sosok orang yang  duduk diatasnya sebagai Sultan/Raja berdaulat.
4.  Pepadun dimaknai sebagai Perpaduan, dalam arti bersatunya masyarakat ataupun rakyat, kerabat dibawah kedudukan dari Sultan sebagai Raja yang berdaulat
5.  Pepadun dimaknai sebagai Peaduan, yang maksudnya tempat mengadukan segala persoalan, maka orang yang duduk diatasnya berwenang memberikan keputusan terhadap perkara-perkara yang diadukan.

B.      Sekala Brak pada Zaman Islam (Masa Kepaksian).
Sebagaimana diriwayatkan dalam “Tambo” bahwa masuknya ajaran Islam di bumi Sekala Brak dibawa oleh Umpu  Ngegalang Paksi beserta empat putra yang berasal dari Kerajaan Pasai, para Umpu tersebut dibantu oleh seorang Pumudi yang berjuluk Si Bulan (Putri Bulan) diperkirakan bernama asli Indrawati, dan merupakan  leluhur orang Tulang Bawang (Karzi, 2007)
Adapun nama empat Putra yang bersama Umpu Penggalang Paksi tersebut adalah : Umpu Pernong, Umpu Belunguh, Umpu Bejalan Diway, Umpu Nyerupa 

Umpu berasal dari kata “Ampu” sebutan bagi anak Raja di Kerajaan Pagaruyung yaitu Kerajaan yang didirikan oleh Adityawarman pada tahun 1347 merupakan Kerajaan Hindu yang kemudian beralih ke Islam, dan setelah beralih ke Islam nama kerajaan berubah menjadi Kesultanan.

Naskah kuno Kuntara Raja Niti menyebut Umpu Belunguh, Umpu Pernong, Umpu Bejalan Diway dan Umpu Nyerupa dengan nama yang berbeda yakni masing-masing Belunguh, Pak Lang, Inder Gajah dan Sikin (Ali Imron, 1991). Oleh keempat penguasa baru tersebut wilayah Sekala Brak dibagi, masing-masing memiliki Wilayah, Rakyat dan Adat Istiadatnya sendiri serta memiliki kedudukan yang sama dan saling menghormati, sementara Putri Bulan yang membantu para Umpu diberi wilayah Cenggikhing Way Nekhima, tapi karena Putri Bulan memutuskan tidak tinggal di Sekala Brak, maka Cenggikhing Way Nekhima dimasukkan kedalam wilayah Kepaksian Pernong.
Untuk menghindari perselisihan diantara empat Kepaksian tersebut, maka atas kesepakatan bersama “Pepadun” yang dibuat dari pohon “Belasa Kepampang” dititipkan kepada Sinyata yang berkedudukan di Pekon Luas, apabila salah satu dari empat kepaksian memerlukan “Pepadun” untuk penobatan, dapat mengambilnya di Sinyata dan setelah selesai harus dikembalikan lagi.
Dalam perjalanan waktu, perselisihan justeru terjadi pada keturunan Sinyata, pada tahun 1939 sejumlah keturunan memperebutkan hak menyimpan Pepadun tersebut, maka atas kesepakatan kerapatan adat dengan persetujuan empat Paksi Sekala Brak dan diketahui oleh Residen yang mewakil Pemerintah Kolonial Belanda, diputuskan bahwa sebelum ada keputusan tentang hal itu, untuk sementara “Pepadun” disimpan oleh keturunan langsung dari Umpu Belunguh, dan sampai saat tulisan ini dibuat “Pepadun” tersebut masih tersimpan di “Gedung Dalom” Kepaksian Belunguh di Pekon Kenali.

Gedung Dalom Kepaksian Pernong, salah satu dari 4 Gedung Dalom di Paksi Pak
Drs. Pangeran Edward Syah Pernong, SH.MH. menerima sembah
C.      Kerajaan Sekala Brak Masa Kini.
Kerajaan Sekala Brak, lestari hingga kini, namun sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Kerajaan tidak lagi memegang tampuk Pemerintahan, Sekala Brak menjelma menjadi Kerajaan Adat dengan sebutan Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, dan bernaung dalam NKRI. Batas-batas wilayah kerajaannya masih sangat jelas, "Gedung Dalom" sebutan untuk Keraton/Istana masih berdiri tegak dengan agungnya, “Pemanohan”/pusaka terpelihara,  Lambang masing-masing Kepaksian tetap terjaga, Pucuk Pimpinan yaitu “Sai Batin” tetap eksis, struktur pemerintahan adat baik di "Gedung Dalom" maupun di "Pekon-pekon" (desa-desa) masih lengkap, dan yang terpenting pengakuan, pengabdian dan kesetiaan dari masyarakat adatnya tetap utuh bahkan sangat baik, hal ini dibuktikan dengan "iyukh sumbai" *) dan tidak ada seorangpun anggota masyarakat adat yang tidak jelas identitasnya, hubungan setiap komunitas adatnya dengan "Gedung Dalom" bisa ditelusuri dengan baik dan jelas.

Masing-masing Paksi dipimpin oleh “Sai Batin” yang bergelar Sultan dan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa ke-empat “Sai Batin”/Sultan di Paksi Pak Sekala Brak mempunyai derajat yang sama dan saling menghormati, sehingga terjagalah keharmonisan diantara mereka. 
“Sai Batin” dimaknai sebagai Satu Orang Pemilik :
1. "Sai Batin Kedau Adat " / pemilik adat
2. "Sai Batin kedau Harkat" / pemilik harkat
3. "Sai Batin kedau Derajat" / pemilik derajat
4. "Sai Batin kedau Rakyat" / pemilik rakyat
5. "Sai Batin kedau Pemanohan" / pemilik pusaka
6. "Sai Batin kedau Pepaduan" / pemilik singgasana
7. "Sai Batin kedau Bumi Keratuan" / pemilik wilayah kerajaan
8. "Sai Batin mejong dihejongan" / menduduki tahta

Gelar Sultan hanya untuk “Sai Batin” di Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, yang melekat pula pada gelar Sultan adalah Dalom, dan Pangeran khusus bagi Sultan Paksi Pak yang dahulu pernah mempunyai hubungan khusus dengan kerajaan Ingris, sedangkan Permaisuri “Sai Batin” bergelar Ratu. Kemudian untuk "Sai Batin" Marga/Kebandakhan bergelar Suntan/Suttan, Pangean atau Dalom, sedangkan dalam stratifikasi gelar yang berkaitan dengan jabatan (struktur) adat dalam masyarakat adat Paksi Pak Sekala Brak berturut-turut sebagai berikut :
SULTAN/PANGERAN/DALOM
RAJA/DEPATI
BATIN
RADIN
MINAK
KEMAS
MAS
“Turur”/panggilan kemuliaan bagi “Sai Batin”/Sultan adalah "Peniakan Dalom Beliau" namun dalam keseharian sering disingkat "Pun Beliau" atau "Pun".


Dengan penuh harap kiranya sidang pembaca, khususnya masyarakat adat Paksi Pak Sekala Brak untuk mulai membiasakan dengan bertutur lengkap "Peniakan Dalom Beliau" tanpa disingkat.
Paduka Yang Mulia para "Sai Batin" Paksi Pak Sekala Brak

Sai Batin” PAKSI PAK SEKALA BRAK :
Di bumi Sekala Brak, "Adok dan Tutur jadi kehangguman" **) karena "Adok dan Tutur" menunjukkan tingkat kebangsawanan seseorang, 
berikut "adok" para  “Sai Batin”  Paksi Pak Sekala Brak Saat ini :

Sai Batin Kepaksian PERNONG : 
Peniakan Dalom Beliau Drs.Pangeran EDWARD SYAH PERNONG,SH.MH. gelar Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke-XXIII bertahta di Gedung Dalom Batu Brak. (poto : baju merah)
Sai Batin Kepaksian BELUNGUH:
Peniakan Dalom Beliau YANUAR FIRMANSYAH gelar Sultan Junjungan Sakti, bertahta di Gedung Dalom Kenali. (poto : nomor dua dari kanan)
Sai Batin Kepaksian NYERUPA : 
Peniakan Dalom Beliau Drs.SALMAN PARSI gelar Sultan Pikulun Jayadiningrat, bertahta di Gedung Dalom Tampak Siring Sukau. (poto : nomor tiga dari kanan)
Sai Batin Kepaksian BEJALAN DIWAY : 
Peniakan Dalom Beliau SELAYAR AKBAR,SE.Ak gelar  Sultan Jaya Kesuma IV, bertahta di Gedung Dalom Puncak Dalom. (poto : paling kiri)

KIPRAH PAKSI PAK SEKALA BRAK DI KERAJAAN NUSANTARA :
Kiprah Kerajaan adat Paksi Pak Sekala Brak di Kerajaan Nusantara ditandai dengan bergabungnya Paksi Pak Sekala Brak dalam Forum Komunikasi dan Informasi Keraton Nusantara (FKIKN) serta Asosiasi Kerajaan dan Keraton Indonesia (AKKI) yang dalam hal ini Paksi Pak diwakili oleh Kepaksian Pernong dibawah naungan Paduka Yang Mulia Peniakan Dalom Beliau Drs.Pangeran Edward Syah Pernong, SH.MH. Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan ke-XXIII.

Catatan kegiatan Kerajaan Nusantara yang diikuti oleh Paksi Pak Sekala Brak antara lain :
Drs.Pangeran Edward Syah Pernong,SH.MH.
1.  Menghadiri Tingalan Dalem Jumenengan kedua ISKS Paku Buwono XIII di Keraton Surakarta Hadiningrat dan saat itu Peniakan Dalom Beliau  dianugerahi gelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Pangeran Edward Adi Kesumo Sailendro. (2006)
2. Mengikuti Festival Keraton Nusantara di Surakarta tahun 2006 dan Peniakan Dalom Beliau tampil sebagai pembicara Utama pada Seminar Keraton yang diselenggarakan pada saat itu dan pada acara jamuan makan malam oleh Sunan Paku Buwono XIII, Peniakan Dalom Beliau diminta menyampaikan Sambutan mewakili Raja dan Sultan se-Nusantara, salah satu yang hadir tentu saja Yang Mulia Hanggabehi selaku tuan rumah, diawal sambutan dengan tegas Peniakan Dalom Beliau Mengatakan : Yang Mulia ISKS Paku Buwono XIII sebagai Penguasa sah Keraton Surakarta Hadiningrat...dst...
Peristiwa tersebut oleh sebagian kalangan Keraton diartikan sebagai peristiwa kembalinya Ruh Agung Keraton Surakarta setelah sedikit redup karena adanya perebutan tahta. Selesai berbicara, Peniakan Dalom Beliau didatangi sejumlah pejabat istana dan sejumlah abdi dalem yang mengatakan bahwa pada waktu Peniakan Dalom Beliau datang dan berpidato ada angin bertiup agak kencang selama beberapa saat di dalam keraton tempat perhelatan itu, bahkan mereka mengatakan sebuah ramalan telah terjawab malam itu. Menurut ramalan yang diyakini, Sunan Paku Buwono suatu saat akan kedatangan ratu ganteng berkulit kuning dari arah Barat yang akan membantunya. Mereka menafsirkan bahwa Pangeran Edward Syah Pernong yang disebut-sebut dalam ramalan itu. (2006)
3.  Kedatangan Peniakan Dalom Beliau di Sulawesi Selatan yang berniat untuk berziarah di makam Syech Maulana Yusuf dan Sultan Hasanuddin disambut dengan keagungan adat dan diterima secara adat di Istana Raja Gowa Balla Lompoa. (Maret 2008)
4.  Menghadiri Festival Keraton Nusantara di Kerajaan Gowa dan pada saat itu Seem R. Canggu, Muhammad Harya Ramdhoni sang penulis buku Perempuan Penunggang harimau dan Rudi Pernong ditugaskan oleh Peniakan Dalom Beliau mengikuti pertemuan Agung yang diselenggarakan di puncak Malino Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.(2008)
5.  Mengikuti Dialog, Seminar dan pertemuan-pertemuan Agung lainnya yang diselenggarakan di Jakarta, Bandung dan tempat-tempat lainnya.
6.  Seem R. Canggu sebagai utusan khusus Peniakan Dalom Beliau bersama Raja dan Sultan Nusantara menghadiri peresmian Istana Tunggang Bosar Kesultanan Dasa Nawalu Tapanuli Bahagian Selatan. (Juni 2008)
7.  Dalom Putri Regina sebagai utusan termuda dari Kerajaan Nusantara yang diterima oleh Presiden Republik Indonesia Bapak SBY di Istana Negara. (2010)
8.  Menghadiri perhelatan adat di Kerajaan Kutai Mulawarman dan Kutai Kartanegara Kalimantan Timur serta Kerajaan Mampawah Kalimantan Barat.
9.   Menghadiri penobatan Sultan Kesepuhan Cirebon Jawa Barat (2010)
10. Mengikuti Festival Keraton Nusantara di Palembang dan Arak-arakan Agung Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak dianugerahi sebagai Penampil terbaik. (2010)

Pada berbagai kesempatan bertemu dengan para Raja dan Sultan se-Nusantara, Peniakan Dalom Beliau Pangeran Edward Syah Pernong selalu mengatakan bahwa  Beliau hanyalah salah satu dari empat Sultan di Paksi Pak Sekala Brak yang derajatnya sama tidak ada yang lebih antara satu dengan yang lainnya. 
Semoga ruh agung Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak akan senantiasa menambah keindahan Pelangi Nusantara (SRC)

*) Iyukh sumbai : bantuan untuk mendukung perhelatan adat atau pada saat tertimpa musibah.
**) Adok dan Tutur jadi kehangguman : Gelar dan panggilan menjadi kebanggaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar