MENARA SIGER icon
LAMPUNG
Oleh : Seem R. Canggu Pemimpin
Umum Majalah Solusi
Bangunan nan megah berwarna kuning keemasan berdiri kokoh
menghadap pelabuhan laut Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan, bangunan dengan
ornament nan menawan berbentuk SIGER dibangun di atas bebukitan di gerbang
masuk pulau Sumatera itu memberi makna tersendiri bagi identitas Provinsi
Lampung sekaligus sebagai titik berangkat bangkitnya dunia kepariwisataan di
daerah ini.
Adalah Gubernur
Lampung Drs.Sjachroedin ZP,SH. yang berinisiatif membangun menara Siger, diawal
rencana pembangunannya diwarnai dengan pro kontra dikalangan masyarakat,
khususnya para politisi, namun sang Gubernur maju terus untuk mewujudkan
impiannya mendirikan menara yang monumental itu.
Pembangunan menara
siger ini dimulai tahun 2004, yang menurut sebuah sumber menelan biaya kisaran
7,2 milyar, kehadiran menara Siger menjadi kebanggaan tersendiri bagi
masyarakat Lampung, bila Palembang dikenal dengan jembatan Ampera, Padang
dikenal dengan Jam Gadang, Stasiun Tugu di Jogyakarta dan Monas di Ibu Kota
Negara, maka kini dan yang akan datang Lampung dikenal dengan Menara Siger.
Peresmian Menara
Siger beberapa tahun lalu dilakukan dalam rangkaian Festival Krakatau yang
dihadiri oleh tidak kurang dari 32 duta
besar Negara sahabat, ini salah satu kepiawaian seorang Sjachroedin, karena
kehadiran para Duta Besar Negara sahabat tersebut sudah barang tentu membuat
menara Siger semakin cepat mendunia, menurut penulis hal ini sejalan dengan
falsafah masyarakat Lampung “Nengah Nyappur”
Memahami makna
SIGER.
Siger merupakan
mahkota keagungan adat budaya dan tingkat kehidupan terhormat. Dalam budaya
Lampung, Siger selalu dikenakan oleh pengantin Perempuan, dengan demikian Siger
identik dengan simbolisasi sifat feminin.
Dalam tatanan
kehidupan masyarakat Lampung, disamping sifatnya yang feminin, Perempuan juga
dituntut untuk kerja cerdas, gigih dan mandiri mengingat peran Perempuan yang begitu penting dalam rumah tangga
sekaligus sebagai inspirator dan motivator bagi kesuksesan pasangan hidup dan
putra putrinya, bahkan dalam masyarakat adat “Saibatin” walaupun Lampung menganut garis Ayah, namun Perempuan
harus menyiapkan diri untuk tampil memimpin apabila pasangan hidupnya
berhalangan.
Menara Siger yang
identik dengan sifat Feminin dijadikan sebagai icon Lampung, sudah sepatutnya bila konsep keramah tamahan yang
dalam prinsip masyarakat Lampung disebut “Nemui Nyimah” menjadi konsep dasar
dalam pengembangan pariwisata dan perekonomian, dalam konteks ini keramahan
terhadap para wisatawan manca Negara dan kemudahan terhadap para investor yang
secara langsung akan membantu tumbuhnya perekonomian daerah dan berdampak
langsung terhadap kesejahteraan masyarakat Lampung.
Design MENARA SIGER.
Masyarakat adat Lampung
menganut dua sistem adat yaitu “SAIBATIN” dan “PEPADUN” namun tidak berarti
bahwa masyarakat Lampung terbagi menjadi dua bagian, masyarakat adat Lampung
tetap satu dan sama-sama mengagungkan simbol-simbol, hanya dalam memperoleh
keagungan tersebut dilakukan dengan cara yang berbeda yaitu dengan cara “Kesaibatinan”
dan “Kepenyimbangan”
Siger masyarakat
adat “Saibatin” terdiri dari tujuh lekuk gerigi sedangkan pada masyarakat adat
“Pepadun” terdiri dari Sembilan lekuk gerigi. Uniknya bangunan menara siger
merupakan kombinasi dari siger “Saibatin” dan “Pepadun”
Menara Siger kalau dilihat
dari kejauhan dari tengah selat Sunda, maka akan tampak laksana Siger
“Saibatin” karena yang kelihatan jelas menjulang tujuh lekuk gerigi, namun
ketika mendekat ke pelabuhan laut Bakauheni akan tampak jelas seperti Siger
“Pepadun”, karena dari jarak dekat baru kelihatan jelas Sembilan lekuk gerigi,
nampaknya arsitektur Menara Siger memang disesuaikan untuk mengakomodir kedua
bentuk Siger tersebut.
Penggunaan nama
SIGER.

Catatan : Tulisan ini dimuat pada majalah SOLUSI edisi ke-5 April 2012.