Sekilas Kerajaan PAKSI PAK SEKALA BRAK
oleh : Seem R. Canggu, SE.MM.
Kerajaan Adat “Paksi Pak Sekala Brak” yang terdiri dari
Kepaksian Pernong dengan ibu negeri Hanibung di Batu Brak sekarang, Kepaksian Belunguh dengan ibu negeri Tanjung Menang di Kenali sekarang, Kepaksian Bejalan Diway dengan ibu negeri Puncak di Kembahang sekarang dan Kepaksian
Nyerupa dengan ibu negeri Tampak Siring di Sukau sekarang, terletak di "tanoh unggak/lambung
" yang dalam bahasa Indonesia berarti dataran tinggi, karena berada di
dataran tinggi Pesagi yang merupakan gunung tertinggi di Provinsi Lampung, diyakini
sebagian terbesar masyarakat Lampung sebagai asal usul suku bangsa Lampung
|
|
 |
salah satu keindahan & kemakmuran bumi Sekala Brak |
Wilayah
Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, saat ini secara administrasi masuk dalam
wilayah Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung, diapit oleh tiga gunung yaitu
Gunung Pesagi, Gunung Seminung dan Gunung Tanggamus, berada pada kawasan yang
sangat strategis karena tepat di segi tiga perbatasan Lampung, Sumatera Selatan
dan Bengkulu, disana mengalir sungai-sungai, terdapat hamparan sawah dan ladang
nan subur pertanda kemakmuran, dihiasi dengan bentangan pantai nan indah serta
deburan ombak yang mendebarkan dan dilengkapi dengan eloknya riak air danau
ranau dengan hawa pegunungan nan sejuk yang semakin menampakkan kedamaian,
laksana sepenggal taman surga yang diturunkan oleh Allah ke bumi, serta dihuni
oleh masyarakatnya yang rukun dan damai
serta senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian dan
norma-norma kehidupan, maka lengkaplah keagungan Kerajaan ini.
Pada abad ke-9 para Sai Batin di Sekala Brak telah berhasil menciptakan dan menggunakan aksara tersendiri yang dikenal dengan sebutan Had Lampung.
A. Sekala Brak asal usul Orang Lampung.
Kerajaan
Sekala Brak dianggap sebagai symbol peradaban, kebudayaan dan eksistensi Orang
Lampung, Penyebutan Lampung berasal dari kata “Anjak Lambung” yang artinya dari
dataran tinggi yakni lereng gunung pesagi yang merupakan gunung tertinggi di
Lampung.
Ada
beberapa teori tentang etimologi Sekala Brak, Pertama Sekala Bhra yang dimaknai sebagai Titisan Dewa, terkait dengan
Sekala Brak Hindu, Kedua Segara Brak
yang berarti genangan air yang luas, yaitu danau Ranau yang merupakan bagian
dari wilayah Kerajaan dan terletak tidak jauh dari Pusat Kerajaan Sekala Brak, kemudian
yang ketiga Sekala Brak (Beghak) yang
berarti Titisan Yang Mulia.
Beberapa
kajian yang dilakukan oleh sejumlah sejarawan Belanda antara lain Groenevelet,
L.C.Westermenk dan Hellfich, secara umum mengarah pada persamaan persepsi yaitu
bahwa Sekala Brak merupakan daerah asal usul orang Lampung.
Pengelana
dari Cina, I Tsing (635 – 713) pernah berada di Jambi dan konon pernah menetap
di Sriwijaya selama 10 tahun (685 – 695). Dalam perjalanan itu menyebut “To
Lang Pohwang” yang diduga berasal dari bahasa Hokian yang berarti “orang atas”
atau “orang-orang yang berada diatas”. I
Tsing mungkin menunjuk orang-orang yang tinggal di lereng Gunung Pesagi atau
Suku Tumi.
 |
Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke-XXIII duduk di singgasana dan diapit Pusaka |
Wiliam
Marsden melalui sejarah Sumatera, terbit pertama kali pada tahun 1779 dengan
judul The History Of Sumatera,
beberapa kali diterbitkan ulang, pada tahun 2008 terbit dalam versi Bahasa
Indonesia, menulis bahwa apabila orang Lampung ditanya tentang dari mana mereka
berasal, maka mereka menjawab dari dataran tinggi dan menunjuk kearah gunung
yang tinggi serta sebuah danau yang luas (Marsden, 2008). Gunung dan danau yang
dimaksud adalah gunung Pesagi dan danau Ranau.
Prasasti Hujung Langit (Hara Kuning)
bertarikh 9 Margasira 919 Caka yang di temukan di Bunuk Tenuar Liwa
terpahat nama raja di daerah Lampung. Prasasti ini terkait dengan Kerajaan Sekala Brak kuno yang
masih dikuasai oleh Buay Tumi.
Prof. Dr Louis-Charles Damais dalam buku Epigrafi dan Sejarah Nusantara
yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta,
1995, halaman 26-45, diketahui bahwa nama Raja yang
tercantum pada Prasasti Hujung Langit adalah
Baginda Sri Haridewa.
Suku
Tumi memeluk agama Hindu Bairawa, mereka mengagungkan “Belasa Kepampang” sebuah
pohon keramat bercabang dua yang terdiri
dari cabang nangka dan cabang sebukau (kayu bergetah), konon bila menyentuh
getah cabang sebukau orang bisa terkena penyakit kulit, namun penyakit tersebut
dapat segera disembuhkan dengan getah cabang nangka yang terdapat dipohon itu.
Kepercayaan ini tidak hanya di terima di Sekala Brak tetapi juga di
daerah-daerah lain di sepanjang aliran Way Komring, Way Semangka, Way
Sekampung, Way Seputih, Way Tulang Bawang, Way Umpu, Way Rarem dan Way Besai
(Teguh Prasetyo, 2005)
Ketika
Pemerintahan Islam menguasai Sekala Brak, pohon “Belasa Kepampang” ditebang dan
kayunya dipergunakan untuk membuat “Pepadun”. “Pepadun” adalah singgasana Raja
yang hanya boleh digunakan atau diduduki pada saat penobatan Sultan Sekala Brak
beserta keturunannya.
Tumbangnya
pohon “Belasa Kepampang” menandai runtuhnya kekuasaan suku Tumi sekaligus
musnahnya aliran animisme di bumi Sekala Brak.
Terdapat bebrapa makna filosofis yang terkandung dalam kata “Pepadun” yaitu:
1. Pepadun merupakan
perpaduan dari dua jenis kayu yaitu kayu melasa dan kayu sebukau sebagai bahan
asli dari singgasana pepadun
2. Pepadun dimaknai
sebagai perpaduan yang dimaksudkan kebersamaan dan keterpaduan dari empat Paksi
di Paksi Pak Sekala Brak.
3. Pepadun dimaknai
sebagai Papadun, yang maksudnya memadukan Pengesyahan atau Pengakuan masyarakat
terhadap sosok orang yang duduk
diatasnya sebagai Sultan/Raja berdaulat.
4. Pepadun dimaknai
sebagai Perpaduan, dalam arti bersatunya masyarakat ataupun rakyat, kerabat dibawah
kedudukan dari Sultan sebagai Raja yang berdaulat
5. Pepadun dimaknai
sebagai Peaduan, yang maksudnya tempat mengadukan segala persoalan, maka orang
yang duduk diatasnya berwenang memberikan keputusan terhadap perkara-perkara
yang diadukan.
B. Sekala Brak pada Zaman Islam (Masa
Kepaksian).
Sebagaimana
diriwayatkan dalam “Tambo” bahwa masuknya ajaran Islam di bumi Sekala Brak
dibawa oleh Umpu Ngegalang Paksi beserta
empat putra yang berasal dari Kerajaan Pasai, para Umpu tersebut dibantu oleh
seorang Pumudi yang berjuluk Si Bulan (Putri Bulan) diperkirakan bernama asli
Indrawati, dan merupakan leluhur orang
Tulang Bawang (Karzi, 2007)
Adapun
nama empat Putra yang bersama Umpu Penggalang Paksi tersebut adalah : Umpu Pernong, Umpu Belunguh, Umpu Bejalan Diway, Umpu Nyerupa
Umpu
berasal dari kata “Ampu” sebutan bagi anak Raja di Kerajaan Pagaruyung yaitu
Kerajaan yang didirikan oleh Adityawarman pada tahun 1347 merupakan Kerajaan
Hindu yang kemudian beralih ke Islam, dan setelah beralih ke Islam nama
kerajaan berubah menjadi Kesultanan.
Naskah
kuno Kuntara Raja Niti menyebut Umpu Belunguh, Umpu Pernong, Umpu Bejalan Diway
dan Umpu Nyerupa dengan nama yang berbeda yakni masing-masing Belunguh, Pak
Lang, Inder Gajah dan Sikin (Ali Imron, 1991). Oleh keempat penguasa baru
tersebut wilayah Sekala Brak dibagi, masing-masing memiliki Wilayah, Rakyat dan
Adat Istiadatnya sendiri serta memiliki kedudukan yang sama dan saling
menghormati, sementara Putri Bulan yang membantu para Umpu diberi wilayah Cenggikhing Way Nekhima, tapi karena Putri Bulan memutuskan tidak tinggal di Sekala Brak, maka Cenggikhing Way Nekhima dimasukkan kedalam wilayah Kepaksian Pernong.
Untuk
menghindari perselisihan diantara empat Kepaksian tersebut, maka atas
kesepakatan bersama “Pepadun” yang dibuat dari pohon “Belasa Kepampang” dititipkan
kepada Sinyata yang berkedudukan di Pekon Luas, apabila salah satu dari
empat kepaksian memerlukan “Pepadun” untuk penobatan, dapat mengambilnya di Sinyata dan setelah selesai harus dikembalikan lagi.
Dalam
perjalanan waktu, perselisihan justeru terjadi pada keturunan Sinyata,
pada tahun 1939 sejumlah keturunan memperebutkan hak menyimpan Pepadun
tersebut, maka atas kesepakatan kerapatan adat dengan persetujuan empat Paksi
Sekala Brak dan diketahui oleh Residen yang mewakil Pemerintah Kolonial
Belanda, diputuskan bahwa sebelum ada keputusan tentang hal itu, untuk
sementara “Pepadun” disimpan oleh keturunan langsung dari Umpu Belunguh, dan
sampai saat tulisan ini dibuat “Pepadun” tersebut masih tersimpan di “Gedung
Dalom” Kepaksian Belunguh di Pekon Kenali.
 |
Gedung Dalom Kepaksian Pernong, salah satu dari 4 Gedung Dalom di Paksi Pak |
 |
Drs. Pangeran Edward Syah Pernong, SH.MH. menerima sembah |
C. Kerajaan Sekala Brak Masa Kini.
Kerajaan
Sekala Brak, lestari hingga kini, namun sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Kerajaan tidak lagi memegang tampuk Pemerintahan, Sekala Brak menjelma menjadi Kerajaan Adat dengan sebutan Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala
Brak, dan bernaung dalam NKRI. Batas-batas wilayah kerajaannya masih
sangat jelas, "Gedung Dalom" sebutan untuk Keraton/Istana masih
berdiri tegak dengan agungnya, “Pemanohan”/pusaka terpelihara, Lambang
masing-masing Kepaksian tetap terjaga, Pucuk Pimpinan yaitu “Sai Batin” tetap
eksis, struktur pemerintahan adat baik di "Gedung Dalom" maupun di
"Pekon-pekon" (desa-desa) masih lengkap, dan yang terpenting
pengakuan, pengabdian dan kesetiaan dari masyarakat adatnya tetap utuh bahkan
sangat baik, hal ini dibuktikan dengan "iyukh sumbai" *) dan tidak
ada seorangpun anggota masyarakat adat yang tidak jelas identitasnya, hubungan
setiap komunitas adatnya dengan "Gedung Dalom" bisa ditelusuri dengan
baik dan jelas.
Masing-masing
Paksi dipimpin oleh “Sai Batin” yang bergelar Sultan dan sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya bahwa ke-empat “Sai Batin”/Sultan di Paksi Pak Sekala
Brak mempunyai derajat yang sama dan saling menghormati, sehingga terjagalah
keharmonisan diantara mereka.
“Sai
Batin” dimaknai sebagai Satu Orang Pemilik :
1.
"Sai Batin Kedau Adat " / pemilik adat
2.
"Sai Batin kedau Harkat" / pemilik harkat
3.
"Sai Batin kedau Derajat" / pemilik derajat
4.
"Sai Batin kedau Rakyat" / pemilik rakyat
5.
"Sai Batin kedau Pemanohan" / pemilik pusaka
6.
"Sai Batin kedau Pepaduan" / pemilik singgasana
7.
"Sai Batin kedau Bumi Keratuan" / pemilik wilayah kerajaan
8.
"Sai Batin mejong dihejongan" / menduduki tahta
Gelar Sultan hanya
untuk “Sai Batin” di Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, yang melekat pula pada
gelar Sultan adalah Dalom, dan Pangeran khusus bagi Sultan Paksi Pak yang dahulu pernah mempunyai hubungan khusus dengan kerajaan Ingris, sedangkan Permaisuri “Sai Batin”
bergelar Ratu. Kemudian untuk "Sai Batin" Marga/Kebandakhan bergelar Suntan/Suttan, Pangean atau Dalom, sedangkan dalam stratifikasi gelar yang berkaitan dengan jabatan
(struktur) adat dalam masyarakat adat Paksi Pak Sekala Brak berturut-turut sebagai berikut :
SULTAN/PANGERAN/DALOM
RAJA/DEPATI
BATIN
RADIN
MINAK
KEMAS
MAS
|
|
“Turur”/panggilan
kemuliaan bagi “Sai Batin”/Sultan adalah "Peniakan Dalom Beliau"
namun dalam keseharian sering disingkat "Pun Beliau" atau
"Pun".
|
|
Dengan penuh harap kiranya sidang
pembaca, khususnya masyarakat adat Paksi Pak Sekala Brak untuk mulai
membiasakan dengan bertutur lengkap "Peniakan Dalom Beliau" tanpa
disingkat.
 |
Paduka Yang Mulia para "Sai Batin" Paksi Pak Sekala Brak |
“Sai
Batin” PAKSI PAK SEKALA BRAK :
Di
bumi Sekala Brak, "Adok dan Tutur jadi kehangguman" **) karena
"Adok dan Tutur" menunjukkan tingkat kebangsawanan seseorang,
berikut
"adok" para “Sai Batin” Paksi Pak Sekala Brak Saat ini :
Sai
Batin Kepaksian PERNONG :
Peniakan
Dalom Beliau Drs.Pangeran EDWARD SYAH PERNONG,SH.MH. gelar Sultan Sekala Brak Yang
Dipertuan Ke-XXIII bertahta di Gedung Dalom Batu Brak. (poto : baju merah)
Sai
Batin Kepaksian BELUNGUH:
Peniakan
Dalom Beliau YANUAR FIRMANSYAH gelar Sultan Junjungan Sakti, bertahta di Gedung
Dalom Kenali. (poto : nomor dua dari kanan)
Sai
Batin Kepaksian NYERUPA :
Peniakan
Dalom Beliau Drs.SALMAN PARSI gelar Sultan Pikulun Jayadiningrat, bertahta di Gedung
Dalom Tampak Siring Sukau. (poto : nomor tiga dari kanan)
Sai
Batin Kepaksian BEJALAN DIWAY :
Peniakan
Dalom Beliau SELAYAR AKBAR,SE.Ak gelar Sultan Jaya Kesuma IV, bertahta di
Gedung Dalom Puncak Dalom. (poto : paling kiri)
KIPRAH
PAKSI PAK SEKALA BRAK DI KERAJAAN NUSANTARA :
Kiprah
Kerajaan adat Paksi Pak Sekala Brak di Kerajaan Nusantara ditandai dengan
bergabungnya Paksi Pak Sekala Brak dalam Forum Komunikasi dan Informasi Keraton
Nusantara (FKIKN) serta Asosiasi Kerajaan dan Keraton Indonesia (AKKI) yang
dalam hal ini Paksi Pak diwakili oleh Kepaksian Pernong dibawah naungan Paduka
Yang Mulia Peniakan Dalom Beliau Drs.Pangeran Edward Syah Pernong, SH.MH.
Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan ke-XXIII.
Catatan kegiatan Kerajaan Nusantara yang diikuti oleh Paksi Pak Sekala Brak antara
lain :
 |
Drs.Pangeran Edward Syah Pernong,SH.MH. |
1. Menghadiri Tingalan Dalem Jumenengan
kedua ISKS Paku Buwono XIII di Keraton Surakarta Hadiningrat dan saat itu
Peniakan Dalom Beliau dianugerahi gelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH)
Pangeran Edward Adi Kesumo Sailendro. (2006)
2. Mengikuti Festival Keraton Nusantara di
Surakarta tahun 2006 dan Peniakan Dalom Beliau tampil sebagai pembicara Utama
pada Seminar Keraton yang diselenggarakan pada saat itu dan pada acara jamuan
makan malam oleh Sunan Paku Buwono XIII, Peniakan Dalom Beliau diminta menyampaikan
Sambutan mewakili Raja dan Sultan se-Nusantara, salah satu yang hadir tentu
saja Yang Mulia Hanggabehi selaku tuan rumah, diawal sambutan dengan tegas
Peniakan Dalom Beliau Mengatakan : Yang Mulia ISKS Paku Buwono XIII sebagai Penguasa
sah Keraton Surakarta Hadiningrat...dst...
Peristiwa tersebut oleh sebagian
kalangan Keraton diartikan sebagai peristiwa kembalinya Ruh Agung Keraton
Surakarta setelah sedikit redup karena adanya perebutan tahta. Selesai
berbicara, Peniakan Dalom Beliau didatangi sejumlah pejabat istana dan sejumlah
abdi dalem yang mengatakan bahwa pada waktu Peniakan Dalom Beliau datang dan
berpidato ada angin bertiup agak kencang selama beberapa saat di dalam keraton
tempat perhelatan itu, bahkan mereka mengatakan sebuah ramalan telah terjawab
malam itu. Menurut ramalan yang diyakini, Sunan Paku Buwono suatu saat akan
kedatangan ratu ganteng berkulit kuning dari arah Barat yang akan membantunya. Mereka
menafsirkan bahwa Pangeran Edward Syah Pernong yang disebut-sebut dalam ramalan
itu. (2006)
3. Kedatangan Peniakan Dalom Beliau di
Sulawesi Selatan yang berniat untuk berziarah di makam Syech Maulana Yusuf dan
Sultan Hasanuddin disambut dengan keagungan adat dan diterima secara adat di
Istana Raja Gowa Balla Lompoa. (Maret 2008)
4. Menghadiri Festival Keraton Nusantara
di Kerajaan Gowa dan pada saat itu Seem R. Canggu, Muhammad Harya Ramdhoni sang
penulis buku Perempuan Penunggang harimau dan Rudi Pernong ditugaskan oleh Peniakan
Dalom Beliau mengikuti pertemuan Agung yang diselenggarakan di puncak Malino
Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.(2008)
5. Mengikuti Dialog, Seminar dan
pertemuan-pertemuan Agung lainnya yang diselenggarakan di Jakarta, Bandung dan
tempat-tempat lainnya.
6. Seem R. Canggu sebagai utusan khusus
Peniakan Dalom Beliau bersama Raja dan Sultan Nusantara menghadiri peresmian
Istana Tunggang Bosar Kesultanan Dasa Nawalu Tapanuli Bahagian Selatan. (Juni 2008)
7. Dalom Putri Regina sebagai utusan
termuda dari Kerajaan Nusantara yang diterima oleh Presiden Republik Indonesia
Bapak SBY di Istana Negara. (2010)
8. Menghadiri perhelatan adat di Kerajaan
Kutai Mulawarman dan Kutai Kartanegara Kalimantan Timur serta Kerajaan Mampawah
Kalimantan Barat.
9. Menghadiri penobatan Sultan Kesepuhan
Cirebon Jawa Barat (2010)
10. Mengikuti Festival Keraton Nusantara di
Palembang dan Arak-arakan Agung Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak dianugerahi
sebagai Penampil terbaik. (2010)
Pada
berbagai kesempatan bertemu dengan para Raja dan Sultan se-Nusantara, Peniakan
Dalom Beliau Pangeran Edward Syah Pernong selalu mengatakan bahwa Beliau
hanyalah salah satu dari empat Sultan di Paksi Pak Sekala Brak yang derajatnya
sama tidak ada yang lebih antara satu dengan yang lainnya.
Semoga
ruh agung Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak akan senantiasa menambah
keindahan Pelangi Nusantara (SRC)
*) Iyukh sumbai : bantuan untuk
mendukung perhelatan adat atau pada saat tertimpa musibah.
**) Adok dan Tutur jadi kehangguman
: Gelar dan panggilan menjadi kebanggaan